Diberdayakan oleh Blogger.
Laporan Keuangan Bulan Maret 2012 Penerimaan Zakat Rp.41.408.286,- Penerimaan Infaq Rp.15.360.514,- Penerimaan Dana Bergulir Rp.600.000,- Pengeluaran Zakat Rp.49.625.000,- Pengeluaran Infaq Rp.0,- SALDO BULAN MARET TAHUN 2012 Zakat Rp.932.464.642,- >>>>Infaq Rp.530.323.582,->>>>Dana Bergulir Rp.4.350.000,-


Selasa, 26 Juni 2012

Zakat Harta Perdagangan

Oleh H. Darsih Djamin, S.Ag
Koordinator Seksi Pendayagunaan

1. Definisi Perdagangan
Para ulama fiqih mendefinisikan, bahwa yang dimaksud dengan perdagangan adalah apabila pembelian suatu barang itu dimaksudkan dan diniatkan untuk diperjualbelikan dan mencari keuntungan. Jadi kalau membeli barang hanya sekedar untuk dimiliki, atau untuk dimakan, misalnya membeli rumah untuk didiami, membeli mobil untuk dipakai sendiri dan beli beras untuk dimakan, maka kesemuanya itu bukan termasuk barang dagangan dan tidak ada kewajiban zakat baginya.
Dalam hal ini, Imam Syafi’i menyatakan, bahwa barang-barang yang dibeli itu baru dapat disebut barang dagangan apabila memenuhi dua syarat berikut ini :
a. Barang yang dimilikinya itu diperjualbelikannya atau disewakannya, baik pembelian itu dengan cara cash (dibayar tunai) atau berhutang.
b. Barangnya itu diniatkan untuk diperdagangkannya, karena barang yang tidak diniatkan sebagai barang dagangan tidak akan menjadi barang dagangan pula

.
2. Syarat – syarat wajibnya zakat harta perdagangan.
Barang dagangan itu wajib dizakati oleh seorang pedagang, apabila telah memenuhi empat syarat berikut ini :
a. Pedagangnya beragama Islam.
b. Barang perdagangan itu miliknya penuh, artinya bukan milik orang lain, baik semua atau sebagian.
c. Banyaknya barang perdagangan itu sudah mencapai senisab. Nisab harta perdagangan itu dihitung dan disamakan dengan nisab harga emas sebesar 20 misqal (85 gram emas), kalau kurang dari itu tidak ada kewajiban zakat bagi pedagang itu.
d. Perdagangannya berlangsung selama setahun (sehaul) terhitung sejak memiliki barang tersebut. Bila belum sampai setahun, misalnya sebelas bulan saja, maka tidak ada kewajiban zakat, karena haulnya belum sempurna.
Bagi seorang pedagang yang telah memenuhi empat syarat diatas, maka baginya wajib mengeluarkan zakatnya 2 ½ %, tetapi bagi pedagang yang belum memenuhi empat syarat tersebut tentu tidak ada kewajiban berzakat baginya.

3. Cara menghitung zakat barang perdagangan
Seorang pedagang setelah sampai setahun, hendaklah ia menghitung barang yang diperjualbelikan itu. Menurut Imam Syafi’i perhitungan nisab barang pedagangan itu dilakukan pada setiap akhir tahun dan barang-barang dagangan itu dihitung dengan harga pembelian. Ketika melakukan perhitungan itu dia harus menggabungkan semua kekayaannya, seperti modal, laba, simpanan uang kontan, piutang yang diharapkan bisa kembali dan termasuk pula kalau ada sisa uang kontan dari hasil jualan tersebut. Jadi kalau jumlah penggabungan itu telah mencapai senisab, yaitu senilai harga emas 85 gram, apalagi lebih, maka wajiblah pedagang itu mengeluarkan zakatnya 2,5 % (seperempat puluh)

Berikut contohnya :
Ibu Rahmi adalah seorang pedagang barang-barang sandang pangan. Ia mulai berdagang pada bulan Ramadhan 1425 H, setelah sampai pada bulan Ramadhan berikutnya 1426 H, genaplah setahun perdagangannya. Pada akhir tahun itu bu Rahmi menghitung barang-barang dagangannya tersebut dengan perincian sebagai berikut :
a. 10 kwintal beras = Rp. 5.000.000,-
b. 5 kwintal gula = Rp 3.000.000,-
c. Barang-barang lainya = Rp. 5.000.000,-
d. Piutang orang = Rp. 2.000.000,-
e. Uang kontan simpanan = Rp. 3.000.000,-
f. Uang kontan sisa harga barang = Rp. 2.000.000,-

JUMLAH = Rp. 20.000.000,-

Pertanyaannya, apakah bu Rahmi sudah memenuhi persyaratan orang yang wajib mengeluarkan zakat atau belum ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu kita analisa lebih dahulu, apakah jumlah harga barang dan lainnya itu, yaitu yang Rp. 20.000.000,- itu sama, lebih atau kurang dari harga emas 85 gram pada ketika itu. Misalnya harga emas Rp. 200.000,- per gram, berarti 85 gram dikali dengan Rp. 200.000,- sama dengan Rp. 17.000.000,-. Ternyata bu Rahmi sudah memenuhi syarat-syarat pedagang yang wajib mengeluarkan zakat. Karena jumlah barang dagangannya yang 20.000.000,- itu sudah melebihi dari harga emas yang 85 gram, yaitu Rp. 17.000.000,-
Seandainya jumlah harga barang dagangan itu pas sama dengan harga emas yang 85 gram (Rp. 17.000.000,-), bu Rahmi tetap wajib menzakatinya, apalagi lebih. Tetapi kalau jumlah harga barang dagangan itu hanya Rp. 16.000.000,- saja, maka bu Rahmi belum wajib berzakat, karena nisab harga perdagangannya itu belum mencapai senisab harga emas yang 85 gram tersebut.
Jadi bu Rahmi wajib mengeluarkan zakatnya adalah :

2,5 % dikali Rp 20.000.000,- = Rp. 500.000,-

Perlu dimaklumi, bahwa contoh diatas hanya sebagai perbandingan, agar para pembaca dapat memahami. Tetapi bagi pedagang yang modalnya sudah mencapai ratusan juta rupiah itu tidak perlu lagi membanding-bandingkan dengan harga emas 85 gram itu, karena hampir dapat dipastikan bahwa pedagang itu terkena kewajiban berzakat.
Tetapi bagaimanapun juga untuk mengetahui pedagang itu, apakah terkena wajib zakat atau tidak, tunggu saja diakhir tahun itu ketika menghitung barang dagangan, apakah jumlah harga barang dagangannya itu sama, atau lebih atau kurang dari harga emas yang 85 gram tersebut. Karena sering saja terjadi seorang pedagang yang mempunyai modal pertama milyaran rupiah, tetapi pada akhirnya tahun perdagangannya, ia bangkrut, dan sisa jumlah perhitungan barang daganganya itu dan lainnya tidak mencapai lagi senisab, yaitu tidak mencapai harga emas yang 85 gram tersebut. Tentu saja bagi pedagang ini tidak ada kewajiban berzakat, karena ia kehilangan satu syarat wajib berzakat, yaitu jumlah harta perdagangannya dan lainnya tidak memenuhi nisabnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Anda Telah Mengunjungi Website Badan Amil Zakat Kutai Kartanegara

BAZ Kukar Menerima & Menyalurkan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Anda...



  © Free Blogger Templates Blogger Theme II by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP